Jumat, 31 Agustus 2012

halal-haram makanan


Bismillah..
Ini posting pertama setelah bertahun-tahun tidak memperbarui blog yang akhirnya saya hapus sekalian dan membuat blog baru. Sekalinya bikin aduhai panjang nian. Tak apa, minimal dibaca sendiri,,selfreminder. Betapa pentingnya masalah halal-haram pangan yang kita konsumsi (terutama bagi umat muslim) karena menentukan berkah-tidaknya serta terkabul-tidaknya doa kita. Alhamdulillah jika ada yang berkenan membaca, menambahkan atau mengoreksi. Nah, langsung saja, berikut ini adalah hal-hal yang perlu kita ketahui seputar halal-haram makanan, sertifikasi, alkohol dan beberapa tips memilih produk halal. Semoga bermanfaat. Sila dibaca :)


A.  PERSOALAN DI SEKITAR SERTIFIKASI DAN LABELISASI HALAL


1. Apakah yang dimaksud dengan sertifikat halal dan label halal?

Sertifikat halal adalah dokumen yang menyatakan kehalalan suatu produk yang telah menjalani proses pemeriksaan kehalalan oleh lembaga yang berwenang. Label halal adalah label yang dicantumkan pada kemasan pangan yang mengindikasikan bahwa suatu produk telah menjalani proses pemeriksaan kehalalan dan telah dinyatakan halal (telah memiliki sertifikat halal).

2. Siapakah lembaga yang berwenang untuk melakukan proses pemeriksaan kehalalan, pemberian sertifikat halal dan izin pencantuman label halal?

Pemeriksaan halal dalam rangka pencantuman label halal dilakukan secara bersama-sama antara LPPOM-MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia), BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan Departemen Agama (Depag). Kecuali untuk produsen yang hanya memerlukan sertifikat halal, proses pemeriksaan hanya melibatkan auditor dari LPPOM-MUI. Tugas dari masing-masing auditor adalah sebagai berikut:
- Auditor dari LPPOM-MUI menangani masalah yang berkaitan dengan aspek kehalalan. Pemeriksaan meliputi : sumber bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan. Selain itu diperiksa pula proses produksi dan  sistem jaminan halal (halal insurance system). - Auditor BPOM menangani masalah hygienes, sanitasi dan Hazard Critical Control Point (HACCP) dalam proses produksi - Auditor dari Depag memberikan masukan dari aspek spriritual kepada produsen dan internal auditor halal.
Penentuan kehalalan suatu produk ditetapkan dalam rapat Komisi Fatwa MUI, yang didasarkan pada hasil laporan auditing dari LPPOM-MUI. Suatu produk yang telah dinyatakan halal akan mendapatkan sertifikat halal dari MUI. Sertifikat halal berlaku selama 2 tahun, dan setelah masa tersebut produk tersebut harus diperiksa ulang untuk mendapatkan sertifikat halal untuk 2 tahun berikutnya.

Lembaga yang berwewenang memberikan izin pencantuman label halal pada kemasan obat/makanan adalah BPOM. Izin pencantuman label halal diberikan setelah suatu produk dinyatakan halal (telah memiliki sertifikat halal).

3. Apakah pencantuman label halal itu sudah menjadi kewajiban di Indonesia?

Di dalam UU No. 7 tahun 1996 dinyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada kemasan, di dalam dan atau di kemasan pangan, termasuk keterangan halal. Tapi dalam prakteknya, permohonan pencantuman keterangan halal pada kemasan tersebut bersifat sukarela (berdasarkan permintaan produsen).

4. Apakah produk yang belum mendapat sertifikat halal atau berlabel halal berarti haram?

Produk yang belum mendapat sertifikat halal atau berlabel halal tidak berarti dinyatakan haram, tapi dinyatakan TIDAK TERJAMIN KEHALALANNYA.

5. Apakah yang diberi sertifikat halal itu perusahaan atau produk?

Sertifikat halal diberikan bagi produk yang telah diaudit dan dan dinyatakan halal oleh Komisi Fatwa MUI, jadi bukan perusahaannya. Khusus untuk restoran, sertifikat halal dikeluarkan apabila seluruh produk yang  disajikan di restoran tersebut telah dinyatakan halal (memiliki sertifikat halal).


6. Apakah MUI mengakui sertifikat halal yang dikeluarkan oleh lembaga lain di luar negeri?

LPPOM-MUI mengakui sertifikat halal yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga sertifikasi di luar negeri, terutama lembaga-lembaga yang memiliki kredibilitas yang baik. Dengan demikian, bila suatu produk telah dinyatakan halal oleh suatu lembaga sertifikasi halal, LPPOM-MUI tidak perlu melakukan pemeriksaan lagi. Di antara lembaga-lembaga sertifikasi halal di luar negeri yang diakui LPPOM-MUI adalah IFANCA (USA), MUIS (Singapura), Halal Food and Feed Standard (Belanda), SANHA (Afsel). Daftar nama lembaga sertifikasi lain yang diakui, bisa ditanyakan ke kantor LPPOM-MUI.

Namun demikian, hingga saat ini belum ada semacam MRA (mutual recognition arrangement ) antarlembaga sertifikasi halal. Permasalahan yang ada adalah belum adanya standar penetapan halal, standar proses pemeriksaan yang berlaku bagi semua lembaga sertifikasi halal, serta perbedaan kemampuan sumber daya manusia dari masing-masing lembaga. Hal ini memungkinkan adanya variasi dalam keputusan penetapan halal.

7. Apa panduan yang bisa dijadikan bahwa suatu produk pangan sudah dijamin halal? 

Silahkan ikuti tahap-tahap berikut untuk mengetahui status kehalalan suatu produk kemasan: 
a. Perhatikan apakah pada kemasan ada tercantum nomor MD (Makanan Dalam negeri), SP (Sertifikat Penyuluhan) , ML (Makanan Luar negeri) atau P-IRT (Perusahaan-Industri Rumah Tangga)
b. Selanjutnya perhatikan apakah sudah ada logo halalnya. Bila YA, maka produk tersebut sudah dilakukan pemeriksaan kehalalan dan mendapat sertifikat halal dari MUI, sehingga sudah terjamin kehalalannya. 

c. Untuk produk yang memiliki nomor MD/SP/ML/P-IRT, tapi tidak ada label halal, bisa berarti produk tersebut belum diperiksa kehalalannya atau sudah mendapat sertifikat halal tetapi masih dalam proses pengajuan pencantuman label halal di BPOM. Untuk kepastian apakah produk tersebut sudah bersertifikat halal atau belum, silahkan merujuk pada daftar produk halal yang dikeluarkan oleh LPPOM-MUI. 

d. Bila ditemukan pada label kemasan ada label halal, tapi tidak ditemui nomor registrasi MD/SP/ML, maka produk  tersebut tidak dijamin halal dan label halal yang tercantum adalah ilegal dan di luar tanggung jawab BPOM.

8. Dimanakah bisa diperoleh daftar produk yang sudah dijamin kehalalannya?

Bagi yang membutuhkan daftar produk halal dalam bentuk file elektronik, bisa di download di situs http://www.indohalal.com. Daftar produk halal bisa juga didapatkan di majalah Jurnal Halal yang dikeluarkan oleh LPPOM-MUI.

9. Apakah label/sertifikat "kosher" sama dengan label/sertifikat halal?

Label/sertifikat kosher adalah label/sertifikat yang dikeluarkan oleh pemeluk agama Yahudi. MUI tidak mengakui label/sertifikat kosher, hal ini karena banyak perbedaan antara kosher dan halal, meskipun ada juga persamaannya. Hal ini karena ada produk yang dikategorikan haram dalam Islam masuk dalam kategorikosher, seperti anggur (wine), semua jenis gelatin (tanpa memandang cara pembuatannya). Demikian juga ada beberapa makanan yang dihalalkan Islam, tapi bagi bagi pemeluk agama Yahudi merupakan trayfah (haram), seperti kelinci, unggas liar, ikan yang tidak bersirip atau bersisik, dan kerang. Informasi lengkap di antara perbedaan halal dan kosher, silahkan merujuk pada artikel di www.indohalal.com.

10. Dimana bisa memperoleh informasi lengkap tentang prosedur pendaftaran sertifikasi halal?

Informasi prosedur pendaftaran sertifikasi halal bisa dilihat di www.indohalal.com atau di www.halal-mui.or.id. Untuk mendapat penjelasan langsung tentang proses sertifikasi halal, bisa menghubungi Kantor LPPOM-MUI di alamat berikut:

Jakarta: Sekretariat LPPOM-MUI, Mesjid Istiqlal (lantai dasar)

Bogor: LPPOM-MUI, Laboratorium Kimia Terpadu IPB, jalan Lodaya II, Bogor, Telp. 0251 358748. E-mail: halalmui@indo.net.id. website: www.halal-mui.or.id


B. STATUS KEHALALAN ALKOHOL


1. Kelompok minuman apa yang diharamkan?

Dari semua minuman yang tersedia, hanya satu kelompok saja yang diharamkan yaitu khamr.  Keharaman khamr ditegaskan dalam Al-Quran surat Al-Maaidah ayat 90-91:  "Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan-perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menumbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang. Maka berhentilah kamu mengerjakan perbuatan itu".

Yang dimaksud dengan khamr yaitu minuman yang memabukkan sesuai dengan penjelasan Rasulullah saw berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar: "Setiap yang memabukkan adalah khamr (termasuk khamr) dan setiap khamr adalah diharamkan".  Dari penjelasan Rasulullah tsb jelas bahwa batasan khamar didasarkan atas sifatnya, bukan jenis bahannya, bahannya sendiri dapat berasal dari apa saja.

Khamr itu adalah sesuatu yang mengacaukan akal.  Jadi sifat mengacaukan akal itulah yang dijadikan patokan. Sifat mengacaukan akal itu di antaranya dicontohkan dalam Al-Quran, yaitu membuat orang menjadi tidak mengerti lagi apa yang diucapkan seperti dapat dilihat pada surat An-Nisa: (43)
 "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan".

Berdasarkan ilmu pengetahuan, yang dimaksud dengan sifat memabukkan adalah suatu sifat dari suatu bahan yang menyerang  syaraf yang mengakibatkan ingatan kita terganggu. Mengenai sifat memabukkan sendiri dijelaskan lebih rinci lagi oleh Umar bin Khattab seperti diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagai berikut: "Kemudian daripada itu, wahai manusia! Sesungguhnya telah diturunkan hukum yang mengharamkan khamr. Ia terbuat dari salah satu lima unsur: anggur, korma, madu, jagung dan gandum".

2. Apakah sama minuman beralkohol dengan alkohol?

Harus dibedakan antara alkohol sebagai senyawa kimia dan minuman beralkohol. Alkohol yang biasa digunakan dalam minuman keras adalah etanol (C2H5OH). Berdasarkan "Muzakarah Alkohol Dalam Minuman" di MUI pada tahun 1993, telah didefinisikan bahwa minuman beralkohol (alcoholic beverage) adalah minuman yang mengandung alkohol (etanol) yang dibuat secara fermentasi dari jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, seperti biji-bijian, buah-buahan, dan nira, atau yang dibuat dengan cara distilasi hasil fermentasi yang termasuk di dalamnya adalah minuman keras klasifikasi A, B, dan C (Per. Menkes No. 86/ 1977). Anggur obat, anggur kolesom, arak obat dan minuman-minuman sejenis yang mengandung alkohol dikategorikan sebagai minuman beralkohol. Apabila suatu minuman sudah dikategorikan sebagai minuman beralkohol, berapapun kadar alkoholnya, maka statusnya haram bagi umat Islam.

Banyak orang menyamakan minuman beralkohol dengan alkohol, sehingga sering yang diharamkan adalah alkoholnya. Padahal tidak ada orang yang akan sanggup meminum alkohol dalam bentuk murni, karena akan menyebabkan kematian. Alkohol memang merupakan komponen kimia yang terbesar (setelah air) yang terdapat pada minuman keras, akan tetapi alkohol bukan satu-satunya senyawa kimia yang dapat menyebabkan mabuk, karena banyak senyawa-senyawa lain yang terdapat pada minuman keras yang juga bersifat memabukkan jika diminum pada konsentrasi cukup tinggi. Secara umum, golongan alkohol bersifat narcosis (memabukkan), demikian juga komponen-komponen lain yang terdapat pada minuman keras seperti aseton, beberapa ester, dll. Secara umum, senyawa-senyawa organik mikromolekul dalam bentuk murni juga bersifat racun.

3. Apakah patokan yang dapat digunakan untuk menentukan suatu minuman dikategorikan minuman beralkohol/khamar/minuman keras?

Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI bulan Agustus 2000, ditetapkan bahwa suatu minuman dikategorikan minuman beralkohol/khamar/ minuman keras bila mengandung alkohol minimal 1%, karena berpotensi memabukkan. Hal ini merujuk pada keterangan hadits Rasulullah Saw riwayat Muslim dan Ahmad. Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa Rasulullah Saw melarang meminum air jus buah-buahan yang sudah didiamkan lebih dari 2 (dua) hari. Dari segi kandungan alkoholnya, jus yang sudah didiamkan selama lebih dari 2 hari akan menghasilkan alkohol sekitar1%.


4. Apakah alkohol (etanol) itu haram dan najis?

Secara alami, senyawa alkohol terdapat dalam bahan pangan. Sehingga kalau alkohol diharamkan dan najis, maka akan berdampak sangat luas. Banyak bahan pangan yang mengandung alkohol, baik terbentuk selama pertumbuhan (terdapat sejak bahan pangan tersebut baru dipanen dari pohon), misalnya buah-buahan, atau bisa juga terbentuk selama proses pengolahan, misalnya roti, dsb. Oleh karena itu, senyawa alkohol tidak haram dan najis.

5. Apakah alkohol (etanol) boleh digunakan untuk produk non-pangan?

Penggunaan alkohol masih dimungkinkan dalam produk-produk non-pangan yang tidak dimakan, misal dalam kosmetika, sebagai antiseptik, atau obat luar.

6. Bagaimana penggunaan alkohol dalam proses pengolahan makanan?

Alkohol sering digunakan sebagai pelarut, misalnya pelarut flavor. Penggunaan alkohol dalam pembuatan bahan pangan memang dibatasi, karena khawatir akan disalahgunakan. Tetapi tentu saja bukan berarti tidak boleh mengandung alkohol sama sekali, karena jelas hal ini tidak mungkin.

7. Bagaimana bila dalam proses pengolahan makanan ditambahkan minuman beralkohol/khamr?

Salah satu prinsip fiqih adalah apabila bercampur antara yang halal dengan yang haram maka akan dimenangkan yang haram. Dalam pengolahan makanan tertentu, misal dalam makanan Jepang, sering ditambahkan minuman alkohol, misalnya sake. Dengan berpedoman pada prinsip di atas, maka apabila dalam proses pengolahan makanan ditambahkan minuman beralkohol, makanan tersebut haram dikonsumsi oleh umat Islam, berapapun jumlahnya.

8. Bagaimana dengan obat-obatan yang mengandung alkohol?

Banyak di antara obat sirup yang mengandung alkohol. Dengan berpedoman pada keputusan komisi fatwa MUI (point B.3), umat Islam sebaiknya menghindari dari mengkonsumsi obat sirup yang mengandung alkohol di atas 1%.

9. Dimana bisa diperoleh informasi lengkap tentang status penggunaan alkohol dalam produk pangan?

Informasi lebih lengkap tentang status kehalalan alkohol, silahkan merujuk ke artikel di www.indohalal.com


C. PERTANYAAN DI SEKITAR PRODUK-PRODUK HALAL

1. Apakah hewan potong yang beredar di Indonesia sudah terjamin kehalalannya?

Untuk daging sapi, sebagian besar dipotong di RPH (rumah potong hewan) secara Islami, termasuk yang dipotong di Bali. Daging sapi impor juga sudah lebih terkontrol kehalalannya, karena ada kerjasama antara Departemen Pertanian (Deptan) dengan MUI.

Daging sapi impor yang masuk ke Indonesia harus dilengkapi dengan sertifikat halal untuk setiap kali pengiriman. Sebelum suatu perusahaan atau negara mengekspor dagingnya, biasanya ada delegasi dari Indonesia yang terdiri dari perwakilan Deptan (kesehatan hewan) dan auditor LPPOM-MUI melakukan pemeriksaan apakah benar cara penyembelihannya. Di Deptan sendiri ada daftar negara dan perusahaan mana saja yang sudah diizinkan untuk mengekspor daging sapinya kesini.

Untuk ayam lokal, tempat pemotongan sangat banyak jumlahnya, dari yang kecil sampai yang besar. Baru sedikit tempat pemotongan ayam yang sudah mendapat seritifikat halal. Untuk keamanan, pilih ayam yang potong dengan merek tertentu yang sudah mendapat sertifikat halal (silahkan merujuk ke daftar produk halal yang dikeluarkan LPPOM-MUI). Untuk daging ayam impor, pada saat ini walaupun halal merupakan salah satu persyaratan untuk memasukkan daging ayam ke Indonesia, akan tetapi masih ada masalah dengan pengawasan dokumen sertifikat halal yang menyertai daging ayam tersebut.

Untuk daging kambing, statusnya hampir sama dengan daging ayam, harus hati-hati, lebih baik bertanya sebelum membeli, jika dipotong di RPH, sudah menjadi ketentuan Deptan dipotongnya secara Islami, jika tidak harus jelas bagaimana memotongnya.

2. Apakah produk olahan impor yang masuk ke Indonesia sudah terjamin kehalalannya?

Produk impor yang masuk ke Indonesia harus terdaftar di Depkes yang ditandai dengan nomor ML dan harus disertai dokumen kehalalan (label halal). BPOM bekerja sama dengan LPPOM-MUI untuk memeriksa kehalalan produk impor tersebut  dan memverifikasi label halal yang dicantumkan atas rekomendasi dari lembaga sertifikasi halal di negara asalnya.

Perlu diperhatikan, tidak semua produk impor sudah memiliki label halal. Ada juga produk pangan impor masuk ke Indonesia secara illegal. Produk ini diragukan kehalalan dan keamanannya. Produk yang dinyatakan illegal adalah yang belum terdaftar di BPOM, yaitu yang tidak memiliki nomor ML. BPOM beberapa waktu yang lalu telah mengeluarkan daftar produk impor yang dianggap ilegal.

Mari lebih memperhatikan dan peduli akan kehalalan pangan yang kita konsumsi.
sumber:  buku Kiat memilih Produk Halal by Prof Anton Apriantono
              www.indohahal.com
              www.halal-mui.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages

Ads 468x60px

Social Icons

Featured Posts