Bismillah..
Ini posting pertama setelah bertahun-tahun tidak memperbarui blog yang akhirnya saya hapus sekalian dan membuat blog baru. Sekalinya bikin aduhai panjang nian. Tak apa, minimal dibaca sendiri,,selfreminder. Betapa pentingnya masalah halal-haram pangan yang kita konsumsi (terutama bagi umat muslim) karena menentukan berkah-tidaknya serta terkabul-tidaknya doa kita. Alhamdulillah jika ada yang berkenan membaca, menambahkan atau mengoreksi. Nah, langsung saja, berikut ini adalah hal-hal yang perlu kita ketahui seputar halal-haram makanan, sertifikasi, alkohol dan beberapa tips memilih produk halal. Semoga bermanfaat. Sila dibaca :)
A. PERSOALAN DI SEKITAR SERTIFIKASI DAN LABELISASI HALAL
1. Apakah yang dimaksud dengan sertifikat halal dan label halal?
Sertifikat
halal adalah dokumen yang menyatakan kehalalan suatu produk yang telah
menjalani proses pemeriksaan kehalalan oleh lembaga yang berwenang.
Label halal adalah label yang dicantumkan pada kemasan pangan yang
mengindikasikan bahwa suatu produk telah menjalani proses pemeriksaan
kehalalan dan telah dinyatakan halal (telah memiliki sertifikat halal).
2.
Siapakah lembaga yang berwenang untuk melakukan proses pemeriksaan
kehalalan, pemberian sertifikat halal dan izin pencantuman label halal?
Pemeriksaan
halal dalam rangka pencantuman label halal dilakukan secara
bersama-sama antara LPPOM-MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan
dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia), BPOM (Badan Pengawas Obat dan
Makanan) dan Departemen Agama (Depag). Kecuali untuk produsen yang hanya
memerlukan sertifikat halal, proses pemeriksaan hanya melibatkan
auditor dari LPPOM-MUI. Tugas dari masing-masing auditor adalah sebagai
berikut:
- Auditor dari LPPOM-MUI menangani masalah yang berkaitan
dengan aspek kehalalan. Pemeriksaan meliputi : sumber bahan baku, bahan
pembantu dan bahan tambahan. Selain itu diperiksa pula proses produksi
dan sistem jaminan halal (halal insurance system). - Auditor BPOM
menangani masalah hygienes, sanitasi dan Hazard Critical Control Point
(HACCP) dalam proses produksi - Auditor dari Depag memberikan masukan
dari aspek spriritual kepada produsen dan internal auditor halal.
Penentuan
kehalalan suatu produk ditetapkan dalam rapat Komisi Fatwa MUI, yang
didasarkan pada hasil laporan auditing dari LPPOM-MUI. Suatu produk yang
telah dinyatakan halal akan mendapatkan sertifikat halal dari MUI.
Sertifikat halal berlaku selama 2 tahun, dan setelah masa tersebut
produk tersebut harus diperiksa ulang untuk mendapatkan sertifikat halal
untuk 2 tahun berikutnya.
Lembaga yang berwewenang
memberikan izin pencantuman label halal pada kemasan obat/makanan adalah
BPOM. Izin pencantuman label halal diberikan setelah suatu produk
dinyatakan halal (telah memiliki sertifikat halal).
3. Apakah pencantuman label halal itu sudah menjadi kewajiban di Indonesia?
Di
dalam UU No. 7 tahun 1996 dinyatakan bahwa setiap orang yang
memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang
dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada kemasan, di
dalam dan atau di kemasan pangan, termasuk keterangan halal. Tapi dalam
prakteknya, permohonan pencantuman keterangan halal pada kemasan
tersebut bersifat sukarela (berdasarkan permintaan produsen).
4. Apakah produk yang belum mendapat sertifikat halal atau berlabel halal berarti haram?
Produk
yang belum mendapat sertifikat halal atau berlabel halal tidak berarti
dinyatakan haram, tapi dinyatakan TIDAK TERJAMIN KEHALALANNYA.
5. Apakah yang diberi sertifikat halal itu perusahaan atau produk?
Sertifikat
halal diberikan bagi produk yang telah diaudit dan dan dinyatakan halal
oleh Komisi Fatwa MUI, jadi bukan perusahaannya. Khusus untuk restoran,
sertifikat halal dikeluarkan apabila seluruh produk yang disajikan di
restoran tersebut telah dinyatakan halal (memiliki sertifikat halal).
6. Apakah MUI mengakui sertifikat halal yang dikeluarkan oleh lembaga lain di luar negeri?
LPPOM-MUI
mengakui sertifikat halal yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga
sertifikasi di luar negeri, terutama lembaga-lembaga yang memiliki
kredibilitas yang baik. Dengan demikian, bila suatu produk telah
dinyatakan halal oleh suatu lembaga sertifikasi halal, LPPOM-MUI tidak
perlu melakukan pemeriksaan lagi. Di antara lembaga-lembaga sertifikasi
halal di luar negeri yang diakui LPPOM-MUI adalah IFANCA (USA), MUIS
(Singapura), Halal Food and Feed Standard (Belanda), SANHA (Afsel).
Daftar nama lembaga sertifikasi lain yang diakui, bisa ditanyakan ke
kantor LPPOM-MUI.
Namun demikian, hingga saat ini belum
ada semacam MRA (mutual recognition arrangement ) antarlembaga
sertifikasi halal. Permasalahan yang ada adalah belum adanya standar
penetapan halal, standar proses pemeriksaan yang berlaku bagi semua
lembaga sertifikasi halal, serta perbedaan kemampuan sumber daya manusia
dari masing-masing lembaga. Hal ini memungkinkan adanya variasi dalam
keputusan penetapan halal.
7. Apa panduan yang bisa
dijadikan bahwa suatu produk pangan sudah dijamin halal?
Silahkan ikuti
tahap-tahap berikut untuk mengetahui status kehalalan suatu produk
kemasan:
a. Perhatikan apakah pada kemasan ada tercantum nomor MD
(Makanan Dalam negeri), SP (Sertifikat Penyuluhan) , ML (Makanan Luar
negeri) atau P-IRT (Perusahaan-Industri Rumah Tangga)
b.
Selanjutnya perhatikan apakah sudah ada logo halalnya. Bila YA, maka
produk tersebut sudah dilakukan pemeriksaan kehalalan dan mendapat
sertifikat halal dari MUI, sehingga sudah terjamin kehalalannya.
c.
Untuk produk yang memiliki nomor MD/SP/ML/P-IRT, tapi tidak ada label halal,
bisa berarti produk tersebut belum diperiksa kehalalannya atau sudah
mendapat sertifikat halal tetapi masih dalam proses pengajuan
pencantuman label halal di BPOM. Untuk kepastian apakah produk tersebut
sudah bersertifikat halal atau belum, silahkan merujuk pada daftar
produk halal yang dikeluarkan oleh LPPOM-MUI.
d. Bila ditemukan pada
label kemasan ada label halal, tapi tidak ditemui nomor registrasi
MD/SP/ML, maka produk tersebut tidak dijamin halal dan label halal yang
tercantum adalah ilegal dan di luar tanggung jawab BPOM.
8. Dimanakah bisa diperoleh daftar produk yang sudah dijamin kehalalannya?
Bagi
yang membutuhkan daftar produk halal dalam bentuk file elektronik, bisa
di download di situs http://www.indohalal.com. Daftar produk halal
bisa juga didapatkan di majalah Jurnal Halal yang dikeluarkan oleh
LPPOM-MUI.
9. Apakah label/sertifikat "kosher" sama dengan label/sertifikat halal?
Label/sertifikat
kosher adalah label/sertifikat yang dikeluarkan oleh pemeluk agama
Yahudi. MUI tidak mengakui label/sertifikat kosher, hal ini karena
banyak perbedaan antara kosher dan halal, meskipun ada juga
persamaannya. Hal ini karena ada produk yang dikategorikan haram dalam
Islam masuk dalam kategorikosher, seperti anggur (wine), semua jenis
gelatin (tanpa memandang cara pembuatannya). Demikian juga ada beberapa
makanan yang dihalalkan Islam, tapi bagi bagi pemeluk agama Yahudi
merupakan trayfah (haram), seperti kelinci, unggas liar, ikan yang tidak
bersirip atau bersisik, dan kerang. Informasi lengkap di antara
perbedaan halal dan kosher, silahkan merujuk pada artikel di
www.indohalal.com.
10. Dimana bisa memperoleh informasi lengkap tentang
prosedur pendaftaran sertifikasi halal?
Informasi prosedur
pendaftaran sertifikasi halal bisa dilihat di www.indohalal.com atau di
www.halal-mui.or.id. Untuk mendapat penjelasan langsung tentang proses
sertifikasi halal, bisa menghubungi Kantor LPPOM-MUI di alamat berikut:
Jakarta: Sekretariat LPPOM-MUI, Mesjid Istiqlal (lantai dasar)
Bogor:
LPPOM-MUI, Laboratorium Kimia Terpadu IPB, jalan Lodaya II, Bogor,
Telp. 0251 358748. E-mail: halalmui@indo.net.id. website:
www.halal-mui.or.id
B. STATUS KEHALALAN ALKOHOL
1. Kelompok minuman apa yang diharamkan?
Dari semua minuman yang tersedia, hanya satu kelompok saja yang diharamkan yaitu khamr. Keharaman khamr ditegaskan dalam Al-Quran surat Al-Maaidah ayat 90-91:
"Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya meminum khamar, berjudi,
berkorban untuk berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah
perbuatan-perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menumbulkan permusuhan dan kebencian
diantara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu dan menghalangi
kamu dari mengingat Allah dan sembahyang. Maka berhentilah kamu
mengerjakan perbuatan itu".
Yang dimaksud dengan khamr yaitu minuman yang memabukkan
sesuai dengan penjelasan Rasulullah saw berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar: "Setiap
yang memabukkan adalah khamr (termasuk khamr) dan setiap khamr adalah
diharamkan". Dari penjelasan Rasulullah tsb jelas bahwa batasan khamar didasarkan atas sifatnya, bukan jenis bahannya, bahannya sendiri dapat berasal dari apa saja.
Khamr itu adalah sesuatu yang mengacaukan akal. Jadi sifat mengacaukan akal itulah yang dijadikan patokan. Sifat mengacaukan akal
itu di antaranya dicontohkan dalam Al-Quran, yaitu membuat orang
menjadi tidak mengerti lagi apa yang diucapkan seperti dapat dilihat
pada surat An-Nisa: (43)
"Hai orang-orang yang
beriman! Janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga
kamu mengerti apa yang kamu ucapkan".
Berdasarkan ilmu
pengetahuan, yang dimaksud dengan sifat memabukkan adalah suatu sifat
dari suatu bahan yang menyerang syaraf yang mengakibatkan ingatan kita
terganggu. Mengenai sifat memabukkan sendiri dijelaskan lebih rinci lagi
oleh Umar bin Khattab seperti diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
sebagai berikut: "Kemudian daripada itu, wahai manusia! Sesungguhnya
telah diturunkan hukum yang mengharamkan khamr. Ia terbuat dari salah
satu lima unsur: anggur, korma, madu, jagung dan gandum".
2. Apakah sama minuman beralkohol dengan alkohol?
Harus dibedakan antara alkohol sebagai senyawa kimia dan minuman beralkohol.
Alkohol yang biasa digunakan dalam minuman keras adalah etanol
(C2H5OH). Berdasarkan "Muzakarah Alkohol Dalam Minuman" di MUI pada
tahun 1993, telah didefinisikan bahwa minuman beralkohol (alcoholic beverage) adalah minuman yang mengandung alkohol (etanol) yang dibuat secara fermentasi
dari jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, seperti
biji-bijian, buah-buahan, dan nira, atau yang dibuat dengan cara
distilasi hasil fermentasi yang termasuk di dalamnya adalah minuman
keras klasifikasi A, B, dan C (Per. Menkes No. 86/ 1977). Anggur obat,
anggur kolesom, arak obat dan minuman-minuman sejenis yang mengandung
alkohol dikategorikan sebagai minuman beralkohol. Apabila suatu minuman
sudah dikategorikan sebagai minuman beralkohol, berapapun kadar alkoholnya, maka statusnya haram bagi umat Islam.
Banyak
orang menyamakan minuman beralkohol dengan alkohol, sehingga sering
yang diharamkan adalah alkoholnya. Padahal tidak ada orang yang akan
sanggup meminum alkohol dalam bentuk murni, karena akan menyebabkan
kematian. Alkohol memang merupakan komponen kimia yang terbesar (setelah
air) yang terdapat pada minuman keras, akan tetapi alkohol bukan satu-satunya senyawa kimia yang dapat menyebabkan mabuk,
karena banyak senyawa-senyawa lain yang terdapat pada minuman keras
yang juga bersifat memabukkan jika diminum pada konsentrasi cukup
tinggi. Secara umum, golongan alkohol bersifat narcosis (memabukkan),
demikian juga komponen-komponen lain yang terdapat pada minuman keras
seperti aseton, beberapa ester, dll. Secara umum, senyawa-senyawa
organik mikromolekul dalam bentuk murni juga bersifat racun.
3. Apakah patokan yang dapat digunakan untuk menentukan suatu minuman dikategorikan minuman beralkohol/khamar/minuman keras?
Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI bulan Agustus 2000, ditetapkan bahwa suatu minuman dikategorikan minuman beralkohol/khamar/ minuman keras bila mengandung alkohol minimal 1%,
karena berpotensi memabukkan. Hal ini merujuk pada keterangan hadits
Rasulullah Saw riwayat Muslim dan Ahmad. Dalam hadits tersebut
disebutkan bahwa Rasulullah Saw melarang meminum air jus buah-buahan
yang sudah didiamkan lebih dari 2 (dua) hari. Dari segi kandungan
alkoholnya, jus yang sudah didiamkan selama lebih dari 2 hari akan
menghasilkan alkohol sekitar1%.
4. Apakah alkohol (etanol) itu haram dan najis?
Secara
alami, senyawa alkohol terdapat dalam bahan pangan. Sehingga kalau
alkohol diharamkan dan najis, maka akan berdampak sangat luas. Banyak
bahan pangan yang mengandung alkohol, baik terbentuk selama pertumbuhan
(terdapat sejak bahan pangan tersebut baru dipanen dari pohon), misalnya
buah-buahan, atau bisa juga terbentuk selama proses pengolahan,
misalnya roti, dsb. Oleh karena itu, senyawa alkohol tidak haram dan najis.
5. Apakah alkohol (etanol) boleh digunakan untuk produk non-pangan?
Penggunaan alkohol masih dimungkinkan dalam produk-produk non-pangan yang tidak dimakan, misal dalam kosmetika, sebagai antiseptik, atau obat luar.
6. Bagaimana penggunaan alkohol dalam proses pengolahan makanan?
Alkohol
sering digunakan sebagai pelarut, misalnya pelarut flavor. Penggunaan
alkohol dalam pembuatan bahan pangan memang dibatasi, karena khawatir
akan disalahgunakan. Tetapi tentu saja bukan berarti tidak boleh
mengandung alkohol sama sekali, karena jelas hal ini tidak mungkin.
7. Bagaimana bila dalam proses pengolahan makanan ditambahkan minuman beralkohol/khamr?
Salah satu prinsip fiqih adalah apabila bercampur antara yang halal dengan yang haram maka akan dimenangkan yang haram.
Dalam pengolahan makanan tertentu, misal dalam makanan Jepang, sering
ditambahkan minuman alkohol, misalnya sake. Dengan berpedoman pada
prinsip di atas, maka apabila dalam proses pengolahan makanan
ditambahkan minuman beralkohol, makanan tersebut haram dikonsumsi oleh
umat Islam, berapapun jumlahnya.
8. Bagaimana dengan obat-obatan yang mengandung alkohol?
Banyak
di antara obat sirup yang mengandung alkohol. Dengan berpedoman pada
keputusan komisi fatwa MUI (point B.3), umat Islam sebaiknya menghindari
dari mengkonsumsi obat sirup yang mengandung alkohol di atas 1%.
9.
Dimana bisa diperoleh informasi lengkap tentang status penggunaan
alkohol dalam produk pangan?
Informasi lebih lengkap tentang status
kehalalan alkohol, silahkan merujuk ke artikel di www.indohalal.com
C. PERTANYAAN DI SEKITAR PRODUK-PRODUK HALAL
1. Apakah hewan potong yang beredar di Indonesia sudah terjamin kehalalannya?
Untuk
daging sapi, sebagian besar dipotong di RPH (rumah potong hewan) secara
Islami, termasuk yang dipotong di Bali. Daging sapi impor juga sudah
lebih terkontrol kehalalannya, karena ada kerjasama antara Departemen
Pertanian (Deptan) dengan MUI.
Daging sapi impor yang
masuk ke Indonesia harus dilengkapi dengan sertifikat halal untuk setiap
kali pengiriman. Sebelum suatu perusahaan atau negara mengekspor
dagingnya, biasanya ada delegasi dari Indonesia yang terdiri dari
perwakilan Deptan (kesehatan hewan) dan auditor LPPOM-MUI melakukan
pemeriksaan apakah benar cara penyembelihannya. Di Deptan sendiri ada
daftar negara dan perusahaan mana saja yang sudah diizinkan untuk
mengekspor daging sapinya kesini.
Untuk ayam lokal, tempat
pemotongan sangat banyak jumlahnya, dari yang kecil sampai yang besar.
Baru sedikit tempat pemotongan ayam yang sudah mendapat seritifikat
halal. Untuk keamanan, pilih ayam yang potong dengan merek tertentu yang
sudah mendapat sertifikat halal (silahkan merujuk ke daftar produk
halal yang dikeluarkan LPPOM-MUI). Untuk daging ayam impor, pada saat
ini walaupun halal merupakan salah satu persyaratan untuk memasukkan
daging ayam ke Indonesia, akan tetapi masih ada masalah dengan
pengawasan dokumen sertifikat halal yang menyertai daging ayam
tersebut.
Untuk daging kambing, statusnya hampir sama
dengan daging ayam, harus hati-hati, lebih baik bertanya sebelum
membeli, jika dipotong di RPH, sudah menjadi ketentuan Deptan
dipotongnya secara Islami, jika tidak harus jelas bagaimana memotongnya.
2. Apakah produk olahan impor yang masuk ke Indonesia sudah terjamin kehalalannya?
Produk impor yang masuk ke Indonesia harus terdaftar di Depkes yang ditandai dengan nomor ML dan harus disertai dokumen kehalalan (label halal).
BPOM bekerja sama dengan LPPOM-MUI untuk memeriksa kehalalan produk
impor tersebut dan memverifikasi label halal yang dicantumkan atas
rekomendasi dari lembaga sertifikasi halal di negara asalnya.
Perlu diperhatikan, tidak semua produk impor sudah memiliki label halal.
Ada juga produk pangan impor masuk ke Indonesia secara illegal. Produk
ini diragukan kehalalan dan keamanannya. Produk yang dinyatakan illegal
adalah yang belum terdaftar di BPOM, yaitu yang tidak memiliki nomor ML.
BPOM beberapa waktu yang lalu telah mengeluarkan daftar produk impor
yang dianggap ilegal.
Mari lebih memperhatikan dan peduli akan kehalalan pangan yang kita konsumsi.
sumber: buku Kiat memilih Produk Halal by Prof Anton Apriantono